Rabu, 29 Oktober 2008

cinta sejati menurut alquran

"Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai'an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai'an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga :
(1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain,
(2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan
(3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.

Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Allah SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Allah Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Allah SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah SWT daripada perintah yang lain.



Dalam Qur'an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan "nggemesi". Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.


2. Cinta rahmah Adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur'an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.


3. Cinta mail Adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur'an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.


4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur'an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.


5. Cinta ra'fah, Yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur'an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).


6. Cinta shobwah, Yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur'an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)


7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur'an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur'an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma'tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as'aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa'ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.


Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi


8. Cinta kulfah. Yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur'an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)"


ya Allah pertemukanlah aku dengan cinta sejati MU

INDAHNYA DIBAWAH NAUNGAN ALQURAN

AL-IKHWAN.NET - Sehingga sikap generasi sahabat Rasulullah SAW terhadap al-Qur’an adalah :

1. Membaca dengan benar, mengimani ayat-ayatnya dan mentadabburkannya. Firman Allah SWT : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).

2. Mencurahkan perhatian yang besar untuk membaca dan mempelajari kandungan al-Qur’an, yang sangat jauh berbeda dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk PEMILIK dan PENCIPTA-nya, yang jangankan memahaminya, membacanyapun seolah tak ada waktu… Maha Benar ALLAH dg firman-Nya : “Pada hari dimana berkatalah Rasul : Wahai RABB-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah KAMI jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah RABB-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).

Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an dalam ayat ini yaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yg ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu.. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)

3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka. Dalam salah satu hadits disebutkan:

Dari Harts al-A’war ia berkata : Aku lewat di mesjid dan melihat orang-orang sedang asyik bercerita-cerita, maka aku kabarkan pada Ali ra : Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah Anda mengetahui orang sedang asyik bercerita? Maka beliau menjawab : Apakah mereka melakukannya? Maka jawabku : Benar! Maka kata beliau : Adapun aku pernah dinasihati oleh kekasihku SAW : Sesungguhnya kelak akan datang bencana. Maka kataku : Bagaimana jalan keluarnya wahai Rasul Allah? Maka jawab beliau SAW : Kitabullah! Karena di dalamnya terdapat kabar tentang ummat-ummat sebelum kalian, dan berita-berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian, dan hukum-hukum bagi apa yang terjadi di masa kalian, ia adalah jalan yg lurus dan tidak ada kebengkokan, tidaklah para penguasa yang meninggalkannya akan dihinakan ALLAH, dan tidaklah orang yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan ALLAH, dia adalah tali ALLAH yang sangat kokoh, cahaya-NYA yang terang benderang, peringatan-NYA yang paling bijaksana, jalan-NYA yg paling lurus. Dengannya tidak akan pernah puas hati orang yang merenungkannya, dan tidak akan bosan lidah yang membacanya, dan tidak akan lelah orang yang membahasnya. Tidak akan kenyang ulama mempelajarinya, tak akan puas muttaqin menikmatinya. Ia tak akan bisa dipatahkan oleh banyaknya penentangnya, tak akan putus keajaibannya, tak akan henti-henti jin yg mendengarkannya berkata : Sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yg menakjubkan… Barangsiapa yang mempelajari ilmunya akan terdahulu,
barangsiapa yang berbicara dengannya akan benar, barangsiapa berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang beramal dengan membacanya akan dicukupkan pahalanya, dan barangsiapa yang berdakwah kejalannya akan diberi hidayah ke jalan yg lurus. Amalkan ini wahai A’war.. (HR ad-Darami dan teks ini darinya, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata hadits gharib)