Rabu, 05 November 2008

PENGERTIAN HATI

Hati adalah sebuah organ dalam vertebrata, termasuk manusia. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Hati dalam bahasa Arab adalah Qolb, yang kemudian di-Indonesiakan menjadi kalbu. Ada dua pendapat berkenaan dengan pengertian Qolb. Pertama, Qolb adalah suatu lintasan perasaan pada diri manusia tapi tak berwujud sebuah benda atau anggota tubuh. Ia adalah sesuatu yang abstrak, yang hanya bisa dirasakan.

Kedua, Qolb adalah suatu organ tubuh yang terletak didada manusia sebagai tempat bertarungnya pengaruh kebaikan dan kejahatan. Oleh karena itu Qolb selalu terbolak-balik dan mengharu biru bergejolak. Inilah pendapat yang lebih kuat karena didukung ayat 46 QS. Al Hajj


46. Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

Demikian sekelumit definisi hati, baik secara biologis maupun definisi maknawi.

“Hati adalah cermin tempat dosa dan pahala berlabuh”, demikian syair sebuah lagu, dan pasti definisi “hati sebagai cermin tempat pahala dan dosa berlabuh” berbeda dengan definisi hati secara biologis diatas, ini cenderung mengarah pada pengertian hati secara maknawi, yaitu bisa berupa lintasan perasaan pada diri manusia atau sebuah tempat bertarungnya pengaruh kebaikan dan kejahatan.

Bahasa Hati adalah kata-kata yang terlintas dalam perasaan yang kemudian dituangkan dalam bentuk lisan, tulisan ataupun perbuatan kita, sebagai pengejawantahan dari apa yang tersirat dari dasar hati kita, sehingga jangan heran kalau kemudian ditemukan berbagai “kata hati” yang agak aneh dan asing terdengar ditelinga dan terbaca oleh mata, karena bahasa hati adalah “Bahasa Rasa” yang hanya akan terbaca dengan hati dan perasaan saja.

Kenapa kita harus mengenal “Hati” dan “Bahasa” yang digunakannya?

Cinta adalah bahasa hati, yang tak akan bisa sepenuhya diungkapkan dengan seribu kata cinta, misalnya.

Sayang adalah bahasa hati, yang tak mungkin kiaskan dengan alunan lagu dan musik semerdu apapun iramanya.

Kasih adalah bahasa hati, yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang merasakannya

Khusyu adalah bahasa hati, tidak bisa dibuktikan hanya dengan mengatakan “tadi saya khusyu banget shalat”, bukan, bukan itu.

Ikhlas adalah bahasa hati, kata “saya sih ikhlas”, tak sepenuhnya mewakili bahasa hati tentang keikhlasan itu sendiri.

Taat adalah bahasa hati, mungkin terlihat lewat gerak jasmani, tapi mungkin juga bertolak belakang dengan kata hati kita, hanya Allah dan kita yang tahu.

Keinginan untuk bertaubat, keinginan untuk mengabdi semata kepada Allah, keinginan untuk taat, keinginan untuk berbagi dengan sesama, adalah bahasa hati yang benar, yang dikomandoi dan dituntun oleh fitrah Rabbaniyah kita, dan inilah bahasa hati yang harus kita ikuti.

Sementara ada sisi lain dari hati yang berupa “rasa” dan “bisikan” syetan yang juga dinisbatkan sebagai bahasa hati seperti;

Rasa malas adalah bahasa hati, rasa enggan adalah bahasa hati,rasa iri adalah bahasa hati, Ingkar juga adalah bahasa hati, yang semuanya abstrak dan tidak terlihat secara kasat mata.

Bila tersirat dihati kita keinginan untuk berjudi, bila tersirat dihati kita ingin berzina, bila tersirat dihati kita rasa marah, bila tersirat dihati kita ingin mencela, bila tersirat dihati kita keinginan untuk menghujat, itu juga bahasa hati, bahasa hati yang telah terkontaminasi oleh sifat-sifat Bahimiyah – Sifat hewani kita, tercemari oleh sifat Sabaiyah – Sifat kerakusan kita, serta telah terkotori oleh sifat Syaitoniyah kita, rasa dan keinginan yang telah tercampur dengan racun-racun nafsu inilah yang harus kita saring dan kita kendalikan agar tidak menjerumuskan kita.

Syaiton, kata Pak Ustadz, seperti udara yang selalu menempati ruang kosong, seperti ketika perut kita kosong, maka udara atau angin akan segera mengisi ruang kosong diperut kita, maka kita akan kembung dan masuk angin karenanya.

Pun demikian dengan syaiton, ia akan menempati ruang hati yang kosong dari dzikrullah, dan ketika syaitan sudah bersemayam didalam hati kita, maka ia, dengan keangkaramurkaanya akan menjadikan kita sebagai budaknya, ia, akan selalu menyuruh kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan fitrah Rabbaniyah kita, ia, akan berusaha menjadi raja dinegeri kegelapan hati kita yang tidak memiliki cahaya ilahiyah, Naudzubilah min dalik.

Kita harus mengenali Bahasa hati kita agar kita selamat dari muslihat syetan yang mendompleng dalam “kata hati”, agar kita selamat dari tipu daya syetan yang mengatas namakan bahasa hati.

Caranya?

Penuhi hati dengan Dzikrullah, setiap saat, setiap detik, bahkan setiap hembusan nafas kita, selalu berdzikir, sehingga syaitan tidak mempunyai ruang untuk mengisi kekosongan hati kita, Insya Allah, ketika kita senantiasa dengan Allah, kita akan terhindar dari bisikan atau bahasa hati yang menyesatkan.

“Siapa yang mengenali hatinya, maka ia akan mengenal siapa dirinya, siapa yang mengenal siapa dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya”

Kebesaran Allah, keagungannya, Ilmu-nya, Qudrat dan Iradah-Nya akan sangat jelas terlihat manakala kita berkaca pada diri kita sendiri, Allah sangat dekat dengan kita, hanya kadang kita yang justru menjauhi-Nya.

Allah tidak pernah bosan menerima permohonan kita, tapi kadang kita yang sombong dengan merasa jenuh untuk memohon pada-Nya.

Pintu Magfirah-Nya tidak pernah tertutup untuk kita selama nafas kita masih berhembus, tapi kadang kita yang tidak mau memasukinya.

Rahmat-Nya terbentang luas, sejauh pandangan mata kita, bahkan lebih luas lagi, tapi kadang kita silau oleh keangkuhan kita, sehingga tidak lagi terlihat besar dan banyaknya Rahmat yang terlimpah untuk kita.

Hati yang bersih, hati yang hidup, hati yang selalu berdzikir sajalah yang akan mampu menangkap sinyal-sinyal ilahiyah yang senantiasa terpancar penuh anugerah dan pesona.

Orang yang pandai memaknai Bahasa Hati sajalah yang mampu berdialog dengan dirinya, yang mampu menjadikan hatinya sebagai teman untuk bercengkrama, yang mampu memberdayakan hatinya sebagai sarana untuk menangkap pesan-pesan yang tersaji lewat berbagai peristiwa dan kondisi.


205. Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.(7:205)

Siapa nama Tuhanmu? Tentu tak ada ilah lain selain Allah, maka serulah Allah, dengan menyebut nama-Nya yang indah nan Agung…….


103. Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(4:103)

Kapanpun, dimanapun, baik saat duduk,waktu berdiri atau ketika kita berbaring, Allah, Allah, Allah sajalah yang kita ingat;


152. Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu[98], dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (2:153)

[98] Maksudnya: Aku limpahkan rahmat dan ampunan-Ku kepadamu.

Ingatlat Allah selalu and Always, agar Allah-pun senantiasa mengingat kita, baik ketika kita senang, lebih lagi saat-saat kita menjalani ujian dan cobaan-Nya.

Semoga kita diberi Allah kemampuan untuk dapat memaknai bahasa hati kita, agar kita dapat mengikuti gerak hati yang benar, dan agar kita bisa terhindar dari bahasa hati palsu yang akan menggelincirkan kita, amiin.

Dikutip dari: islamdotnet 06/11/08

Minggu, 02 November 2008

Arti kebahagiaan yang sebenarnya

Kamus Umum Bahasa Indonesia menerangkan bahwa bahagia berarti senang dan tenteram, sejahtera dan beruntung serta gembira. Kebahagiaan merupakan perasaan yang menunjukkan sikap bahagia, di dalamnya ada unsur senang, tenteram, kesejahteraan dan kenikmatan hidup lainnya.

Setiap orang memiliki tolok ukur yang berbeda-beda tentang kebahagiaan. Buat sebagian orang bahagia diartikan dengan kalau muda foya-foya, tua kaya raya dan kalau mati masuk surga. Ada sekelompok orang juga yang menganggap kebahagiaan dapat diukur dari kacamata ekonomi, maka timbullah pengelompokkan golongan seperti golongan kelas atas, kelas menengah, kelas bawah dan ekonomi lemah.

Kesenangan (pleasure) adalah salah satu unsur yang menyebabkan seseorang bahagia. Maka jangan heran jikalau banyak orang yang berlomba-lomba mengejar kesenangan hidup untuk memperoleh kebahagiaan. Banyak juga orang yang menghalalkan segala cara dan aturan untuk memperoleh kebahagiaan.


Bahagia versi Islam

Setiap selesai shalat kita selalu membaca doa sapu jagat:
“Rabbana ‘atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzaabannar”

Makna dari doa di atas adalah kita senantiasa berharap kepada Allah untuk dikaruniakan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat serta dihindari dari siksa api neraka. Sudah menjadi tabiat manusia untuk senantiasa ingin mendapatkan kebahagiaan.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga telah menyebutkan dalam Al Quran Surat Ali. Imran ayat 14)

Artinya:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak* dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).(QS. Ali Imran: 14)

* Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis
unta, lembu, kambing dan biri-biri.

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa manusia cenderung pada kesenangan hidup dunia. Namun di akhir ayatnya Allah mengingatkan kita bahwa manusia akan kembali pada Allah sehingga semua kesenangan dunia itu akan ditinggalkan. Oleh karena itu tidak ada yang lebih baik selain tempat kembali yang paling baik yaitu surga.

Rasulullah tidak melarang kepada umatnya untuk berlomba-lomba mencari penghidupan yang layak. Kita bahkan diwajibkan berusaha, bekerja dan berpenghasilan agar tidak menjadi miskin.


Menjadi Muslim Yang Bahagia

Banyak cara yang bisa membawa kita kepada bahagia. Ilmu, harta, jabatan, gelar, rupa dan aksesoris duniawi lainnya bukanlah satu jaminan untuk mendatangkan kemuliaan, ketenteraman, kenikmatan dan kebahagiaan dalam hidup. Kunci untuk mencapai kebahagiaan hidup adalah dengan bersyukur. Jikalau kita bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat dan karunianya seperti dalam firman Allah Surat Ibrahim ayat 7:

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(QS. Ibrahim:7)

Dengan demikian, wajib bagi siapa pun yang merindukan hidup bahagia, baik dan benar harus mengenal kunci bersyukur.

Abdullah Gymnastiar memberikan beberapa kiat untuk menuju muslim yang bahagia melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Tidak merasa memiliki dan dimiliki kecuali meyakini segalanya milik Allah

Setiap manusia harus sadar dan paham bahwa ilmu, harta, jabatan, gelar, rupa serta aksesoris duniawi lainnya adalah amanah yang akan Allah minta pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Maka, keyakinan bahwa segalanya hanya milik Allah adalah kunci yang sangat luar biasa dampaknya bagi kenyamanan dan kebahagiaan hidup kita. Bagi orang yang telah memasuki keyakinan ini, Aksesoris duniawi apapun tidak akan membuatnya menjadi sombong dan takabur. Tiadanya duniawi juga tidak akan membuatnya minder dan sengsara.

2. Selalu memuji Allah dalam segala kondisi

Lisan kita harus senantiasa terbiasa mengucapkan Hamdallah. Pujian selayaknya ditujukan kepada Allah dalam segala kondisi, baik senang maupun susah. Karena yang allah anugerahkan kepada kita baik ilmu, harta, jabatan, gelar, rupa atau kelebihan duniawi lainnya adalah kehendakNya.

Sering-seringlah kita menengok ke bawah, niscaya kita akan merasa sudah mendapat banyak nikmat yang melmpah. Tidak perlu menampakkan kelebihan yang kita miliki dan pamer diri yang akan menjatuhkan manusia kepada jurang kesombongan. Hiduplah secara wajar seerti orang biasa pada umumnya, sambil terus berkarya yang bermanfaat bagi orang banyak. Oleh karena itu siapa pun yang ingin menikmati hidup ini dengan baik dan dijamin akan dicukupi nikmat lainnya oleh Allah, hendaknya menyadari bahwa nikmat yang sesungguhnya adalah ketika kita berkarya dan berbuat banyak bagi umat. Kelebihan ilmu, harta, jabatan, gelar, rupa dan aksesoris duniawi lainnya adalah amanah yang harus kita manfaatkan untuk kemaslahatan di jalan Allah.

3. Nikmat adalah kendaraan di jalan Allah

Segala sesuatu kelebihan yang kita miliki seharusnya makin mendekatkan diri kita kepada Allah. Gunakan semua itu sebagai jalan kesuksesan dunia dan akhirat kita nanti. Seperti halnya harta. Justru harta yang berlimpah akan mengundang fitnah jika kita tidak bisa memanfaatkan di jalan Allah. Ada kalanya harta yang berlimpah justru membuat manusia terjerat dalam lingkaran perbuatan maksiat, boros, berzina, riba dan bermewah-mewahan atau perbuatan tercela lainnya. Hanya ada satu pilihan bagi yang ingin hidup mulia, yakni gunakan harta hanya untuk di jalan Allah.

4. Tahu balas budi dan berterima kasih

Rasul Shalallahu’alaihi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang telah berbuat kebaikan kepada kalian, maka hendaklah kalian membalasnya, jika kalian tidak mampu membalasnya, maka berdoalah buatnya, hingga kalian tahu bahwa kalian telah bersyukur. Sebab Allah Tuhan Yang Maha Kuasa tahu berterimakasih dan sangat cinta kepada orang-orang yang bersyukur” (HR. Thabrani)

“Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak tahu berterimakasih kepada sesama manusa”
(HR. Ahmad)

Kita bisa pintar, kaya dan maju adalah karena jasa orang lain. Ingatlah jasa orang-orang tersebut. Begitu banyak tangan-tangan di luar diri kita pribadi yang berjasa mengantar kita memiliki segalanya. Sungguh suatu kekeliruan dan kesombongan yang besar jika kita menyangka bahwa semua yang telah didapat itu adalah hasil dari tangan kita sendiri.

Allahua'lam


Rabu, 29 Oktober 2008

cinta sejati menurut alquran

"Menurut hadis Nabi, orang yang sedang jatuh cinta cenderung selalu mengingat dan menyebut orang yang dicintainya (man ahabba syai'an katsura dzikruhu), kata Nabi, orang juga bisa diperbudak oleh cintanya (man ahabba syai'an fa huwa `abduhu). Kata Nabi juga, ciri dari cinta sejati ada tiga :
(1) lebih suka berbicara dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain,
(2) lebih suka berkumpul dengan yang dicintai dibanding dengan yang lain, dan
(3) lebih suka mengikuti kemauan yang dicintai dibanding kemauan orang lain/diri sendiri.

Bagi orang yang telah jatuh cinta kepada Allah SWT, maka ia lebih suka berbicara dengan Allah Swt, dengan membaca firman Nya, lebih suka bercengkerama dengan Allah SWT dalam I`tikaf, dan lebih suka mengikuti perintah Allah SWT daripada perintah yang lain.



Dalam Qur'an cinta memiliki 8 pengertian berikut ini penjelasannya:

1. Cinta mawaddah adalah jenis cinta mengebu-gebu, membara dan "nggemesi". Orang yang memiliki cinta jenis mawaddah, maunya selalu berdua, enggan berpisah dan selalu ingin memuaskan dahaga cintanya. Ia ingin memonopoli cintanya, dan hampir tak bisa berfikir lain.


2. Cinta rahmah Adalah jenis cinta yang penuh kasih sayang, lembut, siap berkorban, dan siap melindungi. Orang yang memiliki cinta jenis rahmah ini lebih memperhatikan orang yang dicintainya dibanding terhadap diri sendiri. Baginya yang penting adalah kebahagiaan sang kekasih meski untuk itu ia harus menderita. Ia sangat memaklumi kekurangan kekasihnya dan selalu memaafkan kesalahan kekasihnya. Termasuk dalam cinta rahmah adalah cinta antar orang yang bertalian darah, terutama cinta orang tua terhadap anaknya, dan sebaliknya. Dari itu maka dalam al Qur'an , kerabat disebut al arham, dzawi al arham , yakni orang-orang yang memiliki hubungan kasih sayang secara fitri, yang berasal dari garba kasih sayang ibu, disebut rahim (dari kata rahmah). Sejak janin seorang anak sudah diliputi oleh suasana psikologis kasih sayang dalam satu ruang yang disebut rahim. Selanjutnya diantara orang-orang yang memiliki hubungan darah dianjurkan untuk selalu ber silaturrahim, atau silaturrahmi artinya menyambung tali kasih sayang. Suami isteri yang diikat oleh cinta mawaddah dan rahmah sekaligus biasanya saling setia lahir batin-dunia akhirat.


3. Cinta mail Adalah jenis cinta yang untuk sementara sangat membara, sehingga menyedot seluruh perhatian hingga hal-hal lain cenderung kurang diperhatikan. Cinta jenis mail ini dalam al Qur'an disebut dalam konteks orang poligami dimana ketika sedang jatuh cinta kepada yang muda (an tamilu kulla al mail), cenderung mengabaikan kepada yang lama.


4. Cinta syaghaf. Adalah cinta yang sangat mendalam, alami, orisinil dan memabukkan. Orang yang terserang cinta jenis syaghaf (qad syaghafaha hubba) bisa seperti orang gila, lupa diri dan hampir-hampir tak menyadari apa yang dilakukan. Al Qur'an menggunakan term syaghaf ketika mengkisahkan bagaimana cintanya Zulaikha, istri pembesar Mesir kepada bujangnya, Yusuf.


5. Cinta ra'fah, Yaitu rasa kasih yang dalam hingga mengalahkan norma-norma kebenaran, misalnya kasihan kepada anak sehingga tidak tega membangunkannya untuk salat, membelanya meskipun salah. Al Qur'an menyebut term ini ketika mengingatkan agar janganlah cinta ra`fah menyebabkan orang tidak menegakkan hukum Allah, dalam hal ini kasus hukuman bagi pezina (Q/24:2).


6. Cinta shobwah, Yaitu cinta buta, cinta yang mendorong perilaku penyimpang tanpa sanggup mengelak. Al Qur'an menyebut term ni ketika mengkisahkan bagaimana Nabi Yusuf berdoa agar dipisahkan dengan Zulaiha yang setiap hari menggodanya (mohon dimasukkan penjara saja), sebab jika tidak, lama kelamaan Yusuf tergelincir juga dalam perbuatan bodoh, wa illa tashrif `anni kaidahunna ashbu ilaihinna wa akun min al jahilin (Q/12:33)


7. Cinta syauq (rindu). Term ini bukan dari al Qur'an tetapi dari hadis yang menafsirkan al Qur'an. Dalam surat al `Ankabut ayat 5 dikatakan bahwa barangsiapa rindu berjumpa Allah pasti waktunya akan tiba. Kalimat kerinduan ini kemudian diungkapkan dalam doa ma'tsur dari hadis riwayat Ahmad; wa as'aluka ladzzata an nadzori ila wajhika wa as syauqa ila liqa'ika, aku mohon dapat merasakan nikmatnya memandang wajah Mu dan nikmatnya kerinduan untuk berjumpa dengan Mu.


Menurut Ibn al Qayyim al Jauzi dalam kitab Raudlat al Muhibbin wa Nuzhat al Musytaqin, Syauq (rindu) adalah pengembaraan hati kepada sang kekasih (safar al qalb ila al mahbub), dan kobaran cinta yang apinya berada di dalam hati sang pecinta, hurqat al mahabbah wa il tihab naruha fi qalb al muhibbi


8. Cinta kulfah. Yakni perasaan cinta yang disertai kesadaran mendidik kepada hal-hal yang positip meski sulit, seperti orang tua yang menyuruh anaknya menyapu, membersihkan kamar sendiri, meski ada pembantu. Jenis cinta ini disebut al Qur'an ketika menyatakan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, la yukallifullah nafsan illa wus`aha (Q/2:286)"


ya Allah pertemukanlah aku dengan cinta sejati MU

INDAHNYA DIBAWAH NAUNGAN ALQURAN

AL-IKHWAN.NET - Sehingga sikap generasi sahabat Rasulullah SAW terhadap al-Qur’an adalah :

1. Membaca dengan benar, mengimani ayat-ayatnya dan mentadabburkannya. Firman Allah SWT : “Apakah mereka tidak mentadabburkan al-Qur’an? Ataukah dalam hati mereka ada kunci?” (QS Muhammad : 24).

2. Mencurahkan perhatian yang besar untuk membaca dan mempelajari kandungan al-Qur’an, yang sangat jauh berbeda dengan generasi kaum muslimin saat ini yang demikian jauh dari petunjuk PEMILIK dan PENCIPTA-nya, yang jangankan memahaminya, membacanyapun seolah tak ada waktu… Maha Benar ALLAH dg firman-Nya : “Pada hari dimana berkatalah Rasul : Wahai RABB-ku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini sebagai sesuatu yang ditinggalkan. Dan demikianlah KAMI jadikan bagi setiap nabi, musuh-musuh dari orang-orang yang berdosa, dan cukuplah RABB-mu menjadi pemberi petunjuk dan penolong.” (QS al-Furqan : 30-31).

Berkata al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya : Yang dimaksud meninggalkan Al-Qur’an dalam ayat ini yaitu mencakup : Mengutamakan hal-hal lain daripada al-Qur’an, tidak beriman pada ayat-ayatnya, tidak mentadabburkannya, tidak memahami apa yg ia baca, tidak mengamalkan ayat-ayat yang dibaca, disibukkan oleh syair-syair, pendapat-pendapat dan lagu-lagu.. (Tafsir Ibnu Katsir, juz III hal 317)

3. Menjadikan Al-Qur’an sebagai standar kehidupan dan sumber pengambilan hukum dalam tiap aspek kehidupan mereka. Dalam salah satu hadits disebutkan:

Dari Harts al-A’war ia berkata : Aku lewat di mesjid dan melihat orang-orang sedang asyik bercerita-cerita, maka aku kabarkan pada Ali ra : Wahai Amirul Mu’minin, tidakkah Anda mengetahui orang sedang asyik bercerita? Maka beliau menjawab : Apakah mereka melakukannya? Maka jawabku : Benar! Maka kata beliau : Adapun aku pernah dinasihati oleh kekasihku SAW : Sesungguhnya kelak akan datang bencana. Maka kataku : Bagaimana jalan keluarnya wahai Rasul Allah? Maka jawab beliau SAW : Kitabullah! Karena di dalamnya terdapat kabar tentang ummat-ummat sebelum kalian, dan berita-berita tentang apa yang akan terjadi setelah kalian, dan hukum-hukum bagi apa yang terjadi di masa kalian, ia adalah jalan yg lurus dan tidak ada kebengkokan, tidaklah para penguasa yang meninggalkannya akan dihinakan ALLAH, dan tidaklah orang yang mencari petunjuk selainnya akan disesatkan ALLAH, dia adalah tali ALLAH yang sangat kokoh, cahaya-NYA yang terang benderang, peringatan-NYA yang paling bijaksana, jalan-NYA yg paling lurus. Dengannya tidak akan pernah puas hati orang yang merenungkannya, dan tidak akan bosan lidah yang membacanya, dan tidak akan lelah orang yang membahasnya. Tidak akan kenyang ulama mempelajarinya, tak akan puas muttaqin menikmatinya. Ia tak akan bisa dipatahkan oleh banyaknya penentangnya, tak akan putus keajaibannya, tak akan henti-henti jin yg mendengarkannya berkata : Sungguh kami telah mendengar Al-Qur’an yg menakjubkan… Barangsiapa yang mempelajari ilmunya akan terdahulu,
barangsiapa yang berbicara dengannya akan benar, barangsiapa berhukum dengannya akan adil, barangsiapa yang beramal dengan membacanya akan dicukupkan pahalanya, dan barangsiapa yang berdakwah kejalannya akan diberi hidayah ke jalan yg lurus. Amalkan ini wahai A’war.. (HR ad-Darami dan teks ini darinya, juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan ia berkata hadits gharib)